Penggerakan Tenaga Kerja (Actuating)

by - 6:28 PM



BAB I
PENDAHULUAN

I.       Latar Belakang
Sumber daya manusia mengambil peran penting dalam tercapainya tujuan suatu perusahaan. Karena  dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi soft skill maupun hard skill, maka akan dihasilkan tenaga kerja yang mumpuni dalam bidangnya dan mampu menggerakkan perusahaan. Tanpa adanya tenaga kerja yang berkualitas tidak akan ada proses kerja di dalam sebuah perusahaan.
Seiring dengan meningkatnya intensitas persaingan, perusahaan membutuhkan sumber daya yang bisa membedakan dirinya dengan perusahaan lain. Salah satu faktor yang menentukan kesuksesan perusahaan terletak pada Sumber Daya Manusia perusahaan. Menurut Connoly, Mardis & Down (1997) dalam Harjanti, 2004 sumber daya manusia memiliki kemampuan untuk menjadi faktor pembeda (distinction) perusahaan dalam persaingan melalui kemampuan mereka dalam menerapkan pengetahuan dalam pekerjaan mereka. Dasar yang nyata dari keberhasilan suatu perusahaan tidak lagi ditentukan oleh proses produksi yang besar atau jenis produk yang beraneka ragam, melainkan pada kualitas orang-orang yang berada di belakang layar perusahaan tersebut.
Kendatipun demikian, keberadaan sumber daya manusia yang mumpuni disebuah perusahaan tidak akan menjamin perusahaan tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila tenaga kerjanya tidak mampu diarahkan dan digerakkan dengan benar. Karena hal tersebutlah perlu adanya manajemen sumber daya manusia yang baik sehingga tenaga kerja mampu diolah dan digerakkan demi tercapainya tujuan perusahaan.
Salah satu fungsi manajemen yang berkaitan dengan penggerakan tenaga kerja adalah actuating. Dimana fungsi actuating merupakan fungsi paling penting dalam manajemen sumber daya manusia. Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Dengan demikian diharapkan dengan adanya pengetahuan mengenai fungsi actuating dapat membantu tercapainya visi dan misi dari perusahaan.
























BAB II
ISI
2.1 Pengertian Penggerakan (Actuating)          
Pergerakan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dimengerti dan pembagian pekerjaan yang efektif dan efisien untuk tujuan perusahaan yang nyata. Jadi penggerakan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan untuk membimbing, mengarahkan, mengatur segala kegiatan yang telah diberi tugas dalam melaksanakan sesuatu kegiatan usaha.
Menurut George R. Terry (1986),dalam Dimas 2010, mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut, oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Menurut Koontz dan O’Donnel, pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata.
Penggerakan adalah fungsi yang teramat penting dalam manajemen. Seringkali diketahui perencanaan dan pengorganisasiannya bagus, namun dikarenakan kurangnya kemampuan pelaksanaan, hasil kegiatan suatu pekerjaan belum seperti diharapkan (Wijono, 1997). Istilah lain juga yang berhubungan dengan pengarahan atau pelaksanaan adalah Actuating atau disebut juga “gerakan aksi” mencakup kegiatan yang dilakukan seorang manajer dalam mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian, agar tujuan-tujuan dapat tercapai. Actuating mencakup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari pegawai-pegawainya, memberi penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberi kompensasi kepada mereka (Terry, 2006 dalam Herman 2009).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggerakan(actuating) artinya menggerakkan  orang-orang  agar mau bekerja dengan sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif sesuai perencanaan yang ada.
2.2  Fungsi Penggerakan (Actuating)         
Fungsi penggerakan lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Fungsi dari penggerakan (actuating) adalah sebagai berikut: (James Stoner, 1993)
a.       Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian motivasi                kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
b.      Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan
c.       Menjelaskan kebijakan yang ditetapkan
d.      Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
Fungsi penggerakan haruslah dimulai pada diri manajer selaku pimpinan organisasi. Manajer yang ingin berhasil menggerakkan karyawannya agar bekerja lebih produktif, harus memahami dan menerapkan ilmu psikologi, ilmu komunikasi, kepemimpinan dan sosiologi.

2.2.1        Pokok-pokok masalah dalam fungsi penggerakan :         

a.       Perilaku manusia (human behaviors)
Untuk mengetahui perilaku manusia peranan psikologi, sosiologi, antropologi, cukup besar karena ilmu  pengetahuan ini  membahas masalah manusia. Seni manajemen (art management) juga sangat menentukan keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan mematuhi perintah-perintah yang diberikannya. Pimpinan dalam membina kerja sama, mengarahkan dan mendorong gairah kerja para bawahannya, perlu memahami tingkah laku manusia.
Teori human science:
Elton Mayo (1880-1949) pada tahun 1927 Elton Mayo melakukan penelitian di pabrik Hawthorne dekat Chicago penelitian ini disebut Hawthorne studies dan meneliti masalah manusia dan pekerjaannya. Hasilnya:
1.      Masalah manusia hanya dapat diselesaikan secara manusiawi bila menggunakan data dan alat-alat kemanusiaan pula.
2.      Moralnya lebih besar dari peranan dan pengaruhnya terhadap produktivitas  para pekerja.
3.      Perlakuan yang baik/wajar terhadap para karyawan lebih besar pengaruhnya terhadap produktivitas daripada tingkat upah yang besar walaupun juga upah merupakan hal yang penting.
Elton Mayo mengemukakan dalam Human Science Theory bahwa pemahaman tingkah laku manusia dan pemeliharaan mental, sikap, dan perasaannya, akan mendorong peningkatan efisiensi, semangat, dan produktivitas kerja karyawan. Jadi, peranan perlakukan yang manusiawi terhadap karyawan sangat mendorong peningkatan produktivitas kerja, sedang perlakuan yang manusiawi bisa kita lakukan jika tingkah laku manusia diketahui.
b.      Motivasi (Motivation)
1.      Konsepsi Dasar
Bernard Berelson dan Gary A. Steiner dalam Machrony (1854: 109), mendefinisikan motivasi sebagai all those inner striving conditions variously described as wishes, desires, needs, drives, and the like. Motivasi dapat diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energy, mendorong kegiatan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Sedangkan menurut French dan Raven, sebagaimana dikutip Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), motivation is the set of forces that causes people to behave in certain ways.
Secara singkat di satu pihak secara pasif, motivasi tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi, baik karyawan maupun sumber daya lainnya. Di lain pihak dari segi aktif, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi karyawan agar secara produktif berhasil mencapai tujuan.
Motivasi dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.      Setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang sangat memengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk berperilaku dan bertindak
2.      Pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu
3.      Setiap tindakan atau kejadian yang menyebabkan berubahnya perilaku seseorang
4.      Proses dalam menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan (goal)
2.      Elemen Penggerak Motivasi
Motivasi seseorang akan ditentukan oleh stimulusnya. Stimulus yang dimaksud merupakan mesin penggerak motivasi seseorang sehingga menimbulkan pengaruh perilaku orang yang bersangkutan. Motivasi seseorang menurut Sagir (1985:97-99) biasanya meliputi hal-hal berikut.
1.      Kinerja ( Achievement)
Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan (needs) dapat mendorongnya mencapai sasaran. David McClelland menyatakan bahwa tingkat needs of Achievement  (n- Ach) yang telah menjadi naluri kedua (second nature), merupakan kunci keberhasilan seseorang. N-Ach biasanya juga dikaitkan dengan sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan.
2.      Penghargaan ( Recognition)
Penghargaan atas suatu kinerja yang telah dicapai oleh seseorang merupakan stimulus yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah. Penghargaan dalam bentuk piagam penghargaan atau mendali dapat menjadi stimulus yang lebih kuat dibandingkan dengan hadiah berupa barang atau bonus/uang.
3.      Tantangan (Challenge)
Adanya tantangan yang dihadapi merupakan stimulus kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi stimulus, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.
4.      Tanggung Jawab (Responsibility)
Adanya rasa ikut serta memiliki ( sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa tanggung jawab. Dalam hal ini Peningkatan Mutu Terpadu (PMT) yang bermula dari negara Jepang , berhasil memberikan tekanan pada karyawan. Bahkan setiap karyawan dalam tahapan proses produksi telah turut menyumbang proses produksi sebagai mata rantai dalam suatu sistem akan sangat ditentukan oleh tanggung jawab subsistem (mata rantai) dalam proses produksi. Apabila setiap tahap atau mata rantai mutu produksinya dapat dikendalikan sebagai hasil rasa tanggung jawab kelompok ( subsistem) maka produk akhir adalah hasil dari Peningkatan Mutu Terpadu
5.      Pengembangan ( Development)
Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju , dapat menjadi stimulus kuat bagi karyawan untk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas karyawan.
6.      Keterlibatan (Involvement)
Rasa ikut terlibat atau involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau dengan bentuk kotak saran dari karyawan, yang dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan merupakan stimulus yang cukup kuat untuk karyawan.
7.      Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan stimulus yang cukup kuat bagi karyawan. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib tidak akan menjadi stimulus untuk berprestasi atau bekerja produktif.

3.      Bentuk Motivasi
Adapun bentuk-bentuk motivasi antara lain:
1.      Kompensasi Bentuk Uang
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan biasanya berwujud uang. Rasa takut kehilangan pekerjaan dan sumber uang merupakan stimulus kerja yang sangat efektif karena uang sungguh-sungguh diperlukan bagi kelangsungan hidup. Untuk berbagai macam kegunaan yang dapat disamakan dengan kelangsungan hidup di berbagai negara, uang telah dihubungkan dengan naluri yang paling fundamental dan mungkin yang paling kuat di antara naluri biologi yang lain.
2.      Pengarahan dan Pengendalian
Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan mengenai apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang tidak harus mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa karyawan harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan. Kedua hal tersebut pada dasarnya merupakan metode yang dimaksudkan untuk menyalurkan perilaku karyawan dalam kegiatan tertentu dan menghindari kegiatan lain dengan menetapkan peraturan dan standar, kemudian memastikan bahwa peraturan tersebut terpenuhi. Dengan demikian, tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.
3.      Penetapan Pola Kerja yang Efektif
Pada umumnya reaksi terhadap kebosanan kerja menimbulkan hambatan yang berarti bagi keluaran produktivitas kerja. Karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan, mereka menanggapinya dengan berbagai teknik yang efektif dan kurang efektif. Teknik ini antara lain pengayaan pekerjaan, manajemen partisipatif, serta usaha untuk mengalihkan perhatian para pekerja dari pekerjaan yang membosankan kepada instrumentalia, untuk beristirahat, atau kepada sarana yang lebih fantastis.
4.      Kebajikan
Kebajikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk memengaruhi sikap atau perasaan para karyawan. Dengan kata lain, kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia.

4.      Teori Motivasi dan Penelitian
1.      Teori Kepuasan ( Content Theories)
Teori kepuasan berorientasi pada faktor dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Jika kebutuhan dan kepuasannya semakin terpenuhi maka semangat bekerjanya pun akan semakin baik pula. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut.
Jadi pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak (bersemangat dalam bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (inner needs) dan kepuasannya. Semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan maka semakin giat orang itu bekerja. Dimana, tinggi atau rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin dicapai seseorang mencerminkan semangat bekerja orang tersebut. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut.
a.       Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham H.Maslow
Maslow (1954) mengemukakan bahwa kebutuhan individu dapat disusun dalam suatu hierarki. Hierarki kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut.
1)      Kebutuhan Fisiologis ( Physiological Needs)
Kepuasan kebutuhan psikologis biasanya dikaitkan dengan uang. Hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang semata , tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Termasuk kebutuhan fisiologis adalah makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan.
2)      Kebutuhan keselamatan atau keamanan ( safety or security needs)
Kebutuhan keselamatan atau keamanan dapat timbul secara sadar atau tidak sadar. Termasuk kebutuhan ini adalah kebebasan dari intimidasi baik kejadian atau lingkungan.
3)      Kebutuhan social atau afiliasi ( social or affiliation needs)
Yang termasuk kebutuhan ini adalah kebutuhan akan teman, interaksi, dan cinta.
4)      Kebutuhan penghargaan atau rekognisi ( esteems or recognitions needs)
Motif utama yang berhubungan dengan kebutuhan penghargaan dan rekognisi, yaitu sebagai berikut.
-          Prestise (prestige)
Prestise dilukiskan sebagai sekumpulan definisi yang tidak tertulis dari berbagai perbuatan yang diharapkan individu tampil didepan orang lain.
-          Kekuasaan (power)
Kekuasaan yaitu kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain agar sesuai dengan maksudnya.
5)      Kebutuhan aktualisasi diri ( self actualization needs)
Kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, keterampilan, dan potensi.

b.      Teori Dua Faktor Menurut Frederick Herzberg
Dua faktor mengenai motivasi yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1959) adalah faktor yang membuat individu merasa tidak puas (dissatisfied) dan faktor yang membuat individu merasa puas (satisfied).
Kesimpulan khusus yang dihasilkan Herzberg dari penelitiannya adalah Pertama, terdapatnya serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas di antara para bawahan apabila kondisi tersebut tidak ada. Apabila kondisi tersebut ada, hal itu tidak perlu memotivasi bawahan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat individu merasa tidak puas karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk memepertahankan hierarki yang paling rendah, yaitu tingkat tidak adanya ketidakpuasan.
Kedua, serangkaian kondisi intrinsik kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat menghasilkan kinerja pekerja yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor tersebut disebut satisfied.

c.       Teori Kebutuhan Menurut David C. McClelland
Teori motivasi dari McClelland dihubungkan dengan konsep belajar (Gibson dkk., 1984). Oleh karena itu, banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan. Tiga kebutuhan yang dikemukakan adalah
1.      Kebutuhan akan kinerja (needs for achievement, disingkat , n-Ach);
2.      Kebutuhan akan afiliasi (needs for affiliation, disingkat n-Aff);
3.      Kebuthan akan kekuasaan (needs for power, disingkat n-Pow).
Apabila kebutuhan individu terasa sanagt mendesak, kebutuhan tersebut akan memotivasi individu yang bersangkutan untuk berusaha keras memenuhi kebutuhannya. Misalnya, apabila individu memiliki n-Ach yang tinggi maka kebutuhan tersebut mendorong individu yang bersangkutan untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, bekerja keras untuk merealisasikan tujuan tersebut, serta mengaplikasikan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya.
Saran khusus yang diberikan oleh McClelland adalah mengenai pengembangan kebutuhan akan kinerja yang positif tinggi, yaitu n-Ach yang tinggi, ketika tidak ada ketakutan akan sukses. Saran yang diajukan McClelland meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Individu mengatur tugas sedemikian rupa sehingga mereka menerima umpan balik secara berkala atas hasil karyanya. Hal ini akan memberikan informasi untuk mengadakan modifikasi atau koreksi.
2.      Individu hendaknya mecari model kinerja yang baik, pahlawan kinerja, individu yang berhasil, dan pemenang serta menggunakan mereka sebagai teladan.
3.      Individu hendaknya memodifikasi citra diri mereka sendiri. Individu yang memiliki n-Ach tinggi menyenangi dirinya sendiri dan berusaha mencari tantangan dan tanggung jawab yang sepadan.
4.      Individu hendaknya mengendalikan imajinasi, berpikir secara realistis dan positif mengenai cara mereka merealisasikan tujuan yang diharapkan.

2.      Teori Proses (Process Theory)
Teori proses mendiskripsikan dan menganalisis bagaimana perilaku dikuatkan, diarahkan, didukung, dan dihentikan. Tiga teori proses yang merupakan karya dari Victor H. Vroom (1964) dideskripsikan pada bagian berikut.
a.       Teori Harapan (Expectancy Theory)
Dalam suatu organisasi, setiap individu memiliki harapan usaha kinerja. Harapan tersebut menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku tersebut. Menurut Gibson dkk. (1984), prinsip utama teori harapan meliputi hal-hal berikut.
1.      P = F (M X A). Kinerja (P) adalah fungsi (F) perkalian antara motivasi (M), yakni kekuatan dan Ability (A) atau kemampuan.
2.      M = F (V1 X E). Motivasi (M) adalah fungsi (F) perkalian dan Expectancy (E) atau harapan bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh suatu hasil tingkat pertama. Apabila harapan tersebut rendah maka motivasinya kecil. Demikian pula apabila valensi dari suatu perolehan tersebut nol, nilai mutlak atau variasi dari besarnya harapan untuk menyelesaikannya tidak akan memiliki pengaruh sama sekali.
3.      V1 = (V2 X 1). Valensi yang berhubungan dengan berbagai macam hasil tingkat satu (V1) merupakan fungsi (F) perkalian antara jumlah valensi yang melihat pada semua hasil tingkat dua (V2) dan Instrumentalitas (I) atau pertautan antara pencapaian perolehan tingkat pertama dengan pencapaian perolehan tingkat kedua.
Deskripsi dari prinsip di atas meliputi hal-hal berikut.
1.      Kemampuan (ability) menunjukkan potensi individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan tersebut berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental yang dimiliki individu untuk melaksanakan pekerjaan.
2.      Kekuatan (force) dimaksudkan sebagai motivasi. Maksud utama teori harapan adalah menilai besar dan arah semua kekuatan yang memengaruhi individu.
3.      Valensi (valance) berhubungan dengan prefensi hasil sebagaimana yang dilihat individu. Suatu hasil memiliki valensi positif apabila dipilih dan lebih disenangi, dan memiliki valensi negative apabila tidak dipilih, serta memiliki valensi nol apabila individu acuh tak acuh memperolehnya.
4.      Pertautan (instrumentality) adalah persepsi individu bahwa hasil tingkat pertama akan lebih dihubungkan dengan tingkat kedua.
5.      Harapan (expectancy) berhubungan dengan pendapat mengenai kemungkinan subjektif bahwa perilaku tertentu akan diikuti oleh hasil tertentu.
6.      Hasil tingkat pertama dan tingkat kedua. Hasil tingkat pertama yang timbul dari perilaku adalah hasil yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Termasuk hasil tingkat pertama adalah produktivitas, kemangkiran, kualitas atas produktivitas, dan pergantian. Hasil tingkat kedua adalah ganjaran yang mungkin ditimbulkan oleh hasil tingkat pertama. Termasuk hasil tingkat kedua adalah kenaikan gaji, promosi, penerimaan atau penolakan oleh kelompok, dan sebagainya.

b.      Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori keadilan menekankan bahwa bawahan membandingkan usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Dasar dari teori motivasi ini dengan dimensi bahwa individu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil. Dalam pekerjaan, individu bekerja untuk memperoleh imbalan.

c.       Teori Penguatan (Reinforcement Theory)
Penguatan merupakan prinsip belajar yang sangat penting. Tanpa penguatan tidak akan terjadi modifikasi peilaku yang dapat diukur. Para manajer seringkali menggunakan pengukuh positif utnuk memodifikasi perilaku. Dalam banyak hal, pengukuh bekerja sesuai dengan yang diprakirakan sebelumnya. Adapun dalam hal lain pengukur tidak memodifikasi perilaku dalam arah yang diinginkan karena terdapatnya kemungkinan penguatan yang berkompetisi. Apabila penguat tersebut tidak disatukan pada perilaku yang diinginkan oleh manajer, perilaku yang diinginkan tidak akan terjadi. Demikian pula apabila pengukuh baru diberikan jauh sesudah terjadinya perilaku yang diinginkan, kemungkinan terjadi perilaku yang diinginkan menjadi berkurang.
Penguatan negative berhubungan dengan bertambahnya frekuensi renspons yang timbul sesudah disingkirkannya pengukuh negatif, segera setelah ada respons. Suatu kejadian merupakan pengukuh negatif hanya apabila kejadian tersebut disingkirkan sesudah suatu respons menaikkan penampilan dari suatu respons.
c. Kepemimpinan (Leadership)
            Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana yang didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah the process of directing and influencing the task-related activities of group members. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep,yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses dimana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan untuk  mempengaruhi perilaku orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
Seseorang mungkin saja dapat menjadi manajer, pemimpin, atau juga keduanya, namun secara esensi keduanya memiliki perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Griffin (2000) dapat diuraikan diantaranya bahwa pada saat kegiatan perencanaan atau penyusunan rencana dilakukan, manajer memfokuskan pada langkah-langkah spesifik yang akan dilakukan oleh manajer beserta stafnya serta mengalokasikan sumber daya yang ada guna mendukung langkah-langkah spesifik tersebut, adapun pemimpin memfokuskan kepada penyusunan atau penentuan arah dari kegiatan yang akan dilakukan oleh organisasi yang seringkali dinamakan sebagai visi seorang pemimpin. Pada saat kegiatan implementasi rencana, manajer memfokuskan pada pengawasan atas apa yang sudah direncanakan secara spesifik, sedangkan pemimpin melakukan pemberian motivasi dan inspirasi bagi orang-orang yang bekerja sama dengannya. Pada intinya, agar organisasi dapat berjalan secara efektif, manajemen dan kepemimpinan kedua-duanya diperlukan. Manajemen diperlukan untuk merealisasikan rencana dan pencapaian target yang telah ditentukan, kepemimpinan diperlukan untuk melakukan perubahan dalam rangka beradaptasi dengan perubahan yang ada untuk mencapai tujuan organisasi.
Pada dasarnya kepemimpinan melibatkan empat aspek, yaitu pengikut (followers), perbedaan kekuasaan (distribution of powers) antara pemimpin dan pengikut, penggunaan kekuasaan untuk memengaruhi (power of influence), dan nilai yang dibangun (leadership value) (Ernie & Kurniawan, 2005, p. 257).
PENGIKUT. Pengikut adalah orang-orang yang mengikuti para pemimpin, atau orang-orang yang diberi perintah atau dipengaruhi oleh pemimpin untuk melakukan sesuatu. Para pengikut ini dapat sebagai pegawai, pekerja, ataupun bawahan.
PERBEDAAN KEKUASAAN. Adanya perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, antara pemimpin dan pengikut, atau antara atasan dan bawahan berimplikasi pula adanya perbedaan kekuasaan di antara keduanya.
PENGGUNAAN KEKUASAAN UNTUK MEMENGARUHI. Adanya perbedaan kekuasaan melahirkan konsekuensi logis bahwa pemimpin memiliki kekuasaan lebih untuk dapat memengaruhi para pengikut atau pegawainya. Yang perlu dipengaruhi oleh para pemimpin dengan kekuasan yang dimilikinya adalah perilaku para pegawai atau pengikut agar mau melakukan tindakan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
NILAI YANG DIBANGUN. Pemimpin juga perlu memahami bahwa dirinya bukan sekadar berkuasa, akan tetapi perlu mendorong terwujudnya suatu nilai positif yang dapat memberikan perubahan positif kepada semua anggota organisasi. Disini factor etika, moralitas, dan keteladanan atau figure

Macam-macam authority seorang pemimpin:
1.      Authority formal (wewenang formal) : wewenang yang sah yang dimiliki seorang pemimpin, karena kedudukannya dalam perusahaan. Dengan wewenang formal ini pemimpin dapat memotivasi, memerintah atau mengubah tingkah laku bawahannya sesuai dengan keinginannya.
a.      To down authority; wewenang berasal dari kekuasaan puncak turun ke pemimpin yang rendah. Wewenang formal diperlukan apabila tingkat koordinasi dan pengawasan yang layak perlu dicapai; susunan wewenang formal membantu adanya kesatuan (unity) yang diinginkan.
b.      Bottom-up authority: mendasarkan diri pada teori penerimaan (acceptance theory): pada konsep ini pemimpin dipilih (diterima) oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Saudara akan menjadi pimpinan kita dan kami akan        menerima instruksi dari saudara.
2.      Authority pribadi (atau personality authority): wewenang karena ‘wibawa’ yang dimiliki seseorang misalnya karena usia, pendidikan, kepribadian, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan kelompok dan kepuasan bawahannya.
John Frech dan Betram Raven, mengemukakan bahwa seorang pemimpin mempengaruhi para bawahannya berdasarkan :
a)      Coercive power ( kekuatan berdasarkan paksaan)
b)      Reward power (kekuatan untuk memberikan penghargaan)
c)      Legitimate power (kekuatan yang sah)
d)     Expert power ( kekuatan karena keahlian)
e)      Kekuatan referen

Hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin adalah:
a)      Tradisi/warisan: seseorang menjadi pemimpin, karena warisan/keturunan misaraja atau ratu Inggris, Belanda/
b)      Kekuatan Pribadi: seseorang menjadi pemimpin, karena kekuatan pribadi baik karena alasan fisik maupun karena kecakapannya.
c)      Pengangkatan atasan: seseorang menjadi pemimpin karena diangkat oleh pihak atasannya.
d)     Pemilihan: seorang menjadi pemimpin berdasarkan konsep penerimaan (Acceptance Theory), Anda menjadi pemimpin dan kami akan menaati instruksi Anda.

Teori-teori Kepemimpinan
a)      Teori keadaan (the situational theory of leadership):
Dalam teori ini kepemimpinan dipengaruhi oleh keadaan pemimpin, para pengikut, organisasi dan  pengaruh-pengaruh sosial, ekonomi kebudayaan, moral, agama dan politik. Kepemimpinan merupakan konsep empat variabel, yakni “pemimpin: pihak yang dipimpin; organisasi; dan lingkungan sosial, ekonomi, kebudayaan, agama, moral, politik.
Kepemimpinan seorang pemimpin dalam keadaan normal dan dalam keadaan kritis akan berbeda. Keberhasilan seorang pemimpin juga dipengaruhi oleh keadaan, artinya ada seorang pemimpin yang berhasil baik dalam keadaan norma, tetapi pemimpin lain hanya akan berhasil bila keadaan kritis. Bagi seorang pemimpin sejati keadaan-keadaan darurat justru merupakan kesempatan terbaik untuk mengatasi keadaan kritis.
b)      Teori sifat (the traits theory of leadership):
Teori ini mengemukakan bahwa untuk menentukan sifat-sifat kepemimpinan yang baik, perlu diteliti secara induktif, mengamati mereka yang diakui sebagai pemimpin yang berhasil dan menyebutkan sifat-sifat (traits) yang dimilikinya masing-masing. Sifat-sifat yang selalu dimiliki para pemimpin tersebut dianggap sebagai ukuran penting dan satu daftar sifat diajukan sebagai ukuran untuk menentukan potensi kepemimpinan seseorang.

d.     Komunikasi (Communication)
Komunikasi adalah proses penyampaian atau penerimaan pesan dari satu orang kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan, maupun bahasa nonverbal. Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai the process by which people attempt to share meaning via the transmission of symbolic messages. Komunikasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan berbagai media komunikasi yang tersedia. Komunikasi langsung berarti komunikasi disampaikan tanpa penggunaan mediator atau perantara, sedangkan komunikasi tidak langsung berarti sebaliknya.
Orang yang melakukan komunikasi disebut komunikator. Orang yang diajak berkomunikasi disebut komunikan. Orang yang mampu berkomunikasi secara efektif disebut komunikatif. Orang yang komunikatif ialah orang yang mampu menyampaikan informasi atau pesan kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan, maupun bahasa nonverbal sehingga orang lain dapat menerima informasi (pesan) sesuai dengan harapan si pemberi informasi (pesan). Sebaliknya, ia mampu menerima informasi atau pesan orang lain yang disampaikan kepadanya, baik langsung maupun tidak langsung, secara tertulis, lisan, maupun bahasa nonverbal.
Tujuan dan manfaat komunikasi adalah sebagai sarana untuk: (1) meningkatkan kemampuan manajerial dan hubungan social, (2) menyampaikan dan atau menerima informasi, (3) menyampaikan dan menjawab pertanyaan, (4) mengubah perilaku (pola pikir, perasaan, dan tindakan) melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, (5) mengubah keadaan social, (6) untuk menyampaikan perintah, pengarahan, pengendalian, pengkoordinasian, pengambilan keputusan, negosiasi, dan pelaporan.
Unsur-unsur dalam proses komunikasi antara lain (1) pengirim pesan (sender) atau komunikator dan materi (isi) pesan, (2) bahasa pesan (coding), (3) media, (4) mengartikan pesan (decoding), (5) penerima pesan (komunikan), (6) balikan (respons si penerima pesan), dan (7) gangguan yang menghambat komunikasi. Sedangkan prinsip yang harus dilakukan komunikator antara lain (1) penuh minat terhadap materi pesan, (2) menarik perhatian bagi komunikan, (3) dilengkapi alat peraga, (4) menguasai materi pesan, (5) mengulangi bagian yang penting, (6) memiliki kegunaan, dan (7) jangan menganggap bahwa setiap orang sudah mengerti pesan yang kita berikan (perlu umpan balik).
Setiap leader atau manajer suka atau tidak suka selalu terlibat dalam rapat. Dalam rapat terjadi komunikasi. Agar komunikasi rapat efektif, Verma (1996) memberikan saran yang disingkat GREAT.
1.      Goals (tujuan rapat harus memenuhi kriteria SMART (Specific and Motivated, Measurable, Achievement, Result-oriented, and Timely)
2.      Roles and Rules (peran dan aturan main dipatuhi)
3.      Expectation (harapan harus didefinisikan dengan jelas)
4.      Agendas (agenda harus dibagikan)
5.      Timely (waktu adalah uang. Hal ini menjadi sensitive bagi anggota untuk mematuhi jadwal hadir. Tentukan jam berapa mulai dan berakhirnya rapat)
Pada praktiknya, terdapat hambatan-hambatan dalam berkomunikasi sehingga dapat menghambat terwujudnya kelompok kerja yang efektif, yaitu hambatan yang bersifat individual maupun yang bersifat organisasional sehingga manajer perlu melakukan upaya-upaya untuk mengelola komunikasi agar berjalan secara efektif dengan memperbaiki hambatan-hambatan dalam berkomunikasi tersebut
e.       Hubungan Manusia (Human Relation)
      Hubungan manusiawi atau human relation adalah hubungan antara orang-orang yang dilakukan dalam suatu organisasi. Jadi, bukan hubungan dalam arti kekeluargaan.
      Hubungan manusaiwi itu tercipta serta didorong oleh kebutuhan dan kepentingan yang sama, misalnya untuk memperoleh pendapatan, keamanan, kekuatan, dan lain sebagainya.
      Dalam kehidupan berkelompok atau organisasi ini harus didasarkan atas kebutuhan, kepentingan, hormat-menghormati, saling membutuhkan dan kerja sama diantara semua pihak untuk mencapai tujuan. Kerja sama ini akan tercipta dan terbina dengan baik, jika ada pengertian kebersamaan, saling menguntungkan, dan adanya kesediaan mengorbankan sebagian dari kepentingannya masing-masing.
      Seseorang mau menjadi karyawan dan suatu perusahaan menerimanya menjadi karyawan hal ini didasarkan atas sifat: the nature of man dan the nature of organization.
      The nature of man, artinya seseorang berpendapat bahwa kebutuhan dan kepentingannya akan lebih mudah diperolehnya jika ia menjadi karyawan atau anggota suatu perusahaan.
      The Nature of organization, artinya perusahaan menerima seseorang menjadi karyawan, jika orang itu akan memberikan keuntungan atau nilai prestasinya lebih besar daripada kompensasinya.
      Jadi hubungan manusiawi atau social ini tercipta dan terbina dengan baik, jika dilakukan secara manusiawi, saling membutuhkan, saling menguntungakan, hormat menghormati, cinta mencintai, bekerja sama untuk mencapai tujuan.



2.3      Prinsip pelaksanaan (actuating)

a.       Prinsip mengarah pada tujuan
Tujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan. Pengarahan tidak dapat berdiri sendiri,artinya dalam melaksanakan fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain seperti : perencanaan, struktur organisasi, tenaga kerja yang cukup, pengawasan yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan bawahan.
b.      Prinsip keharmonisan dengan tujuan
Orang-orang bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama dengan tujuan perusahaan. Mereka mengkehendaki demikian dengan harapan tidak terjadi penyimpangan yang terlalu besar dan kebutuhan mereka dapat dijadikan sebagai pelengkap serta harmonis dengan kepentingan perusahaan.
Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu. Motivasi yang baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan terpenuhi apabila mereka dapat bekerja dengan baik, dan pada saat itulah mereka menyumbangkan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
c.       Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya. Dan hanya ditujukan kepada satu pimpinan saja, maka pertentangan didalam pemberian instruksi dapat dikurangi, serta semakin besar tanggung jawab mereka untuk memperoleh hasil maksimal.

Menurut Kurniawan (2009) prinsip-prinsip dalam penggerakan/actuating antara lain:
a. Memperlakukan pegawai dengan sebaik-baiknya
b. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan manusia


2.4      Cara pelaksanaan (actuating)

Cara pelaksanaan ini digunakan karena pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka bersedia bekerja dengan sebaik mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip di muka. Adapun cara-cara pengarahan yang dilakukan dapat berupa:
1.      Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Biasanya, orientasi ini diberikan kepada pegawai baru dengan tujuan untuk mengadakan pengenalan dan memberikan solusi atas berbagai masalah yang dihadapinya. Pegawai lama yang pernah menjalani masa orientasi tidak selalu ingat atau paham tentang masalah-masalah yang pernah dihadapinya. Suatu ketika mereka bisa lupa, lalai, atau sebab-sebab lain yang membuat mereka kurang mengerti lagi. Dengan demikian orientasi ini perlu diberikan kepada pegawai-pegawai lama agar mereka tetap memahami akan perananya. Informasi yang diberikan dalam orientasi dapat berupa diantara lain, :
a.       Tugas itu sendiri
b.      Tugas lain yang ada hubungannya
c.       Ruang lingkup tugas
d.      Tujuan dari tugas
e.       Delegasi wewenang
f.       Cara melaporkan dan cara mengukur prestasi kerja
g.      Hubungan antara masing-masing tenaga kerja.

2.      Perintah
Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang-orang yang berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulang suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu berasal dari atasan, dan ditujukan kepada para bawahan atau dapat dikatakan bahwa arus perintah ini mengalir dari atas ke bawah. Perintah tidak dapat diberikan kepada orang lain yang memiliki kedudukan sejajar atau orang lain yang berada di bagian lain. (Halomoan.2009). Adapun perintah yang dapat berupa :
a.       Perintah umum dan khusus
Penggunaan perintah ini sangat bergantung pada preferensi manajer, kemampuan untuk meramalkan keadaan serta tanggapan yang diberikan oleh bawahan. Perintah umum memiliki sifat yang luas, serta perintah khusus bersifat lebih mendetail.
b.      Perintah lisan dan tertulis
Kemampuan bawahan untuk menerima perintah sangat mempengaruhi apakan perintah harus diberikan secara tertulis atau lisan saja. Perintah tertulis memberikan kemungkinan waktu yang lebih lama untuk memahaminya, sehingga dapat menghindari adanya salah tafsir. Sebaliknya, perintah lisan akan lebih cepat diberikan walaupun mengandung resiko lebih besar. Biasanya perintah lisan ini hanya diberikan untuk tugas-tugas yang relatif mudah.
c.       Perintah formal dan informal
Perintah formal merupakan perintah yang diberikan kepada bawahan sesuai dengan tugas/aktivitas yang telah ditetapkan dalam organisasi. Sedangkan perintah informal lebih banyak mengandung saran atau dapat pula berupa bujukan dan ajakan.

3.      Delegasi wewenang
Pendelegasian wewenang bersifat lebih umum jika dibandingkan dengan pemberian perintah. Dalam pendelegasian wewenang ini, pemimpin melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahan. Kesulitan-kesulitan akan muncul bilamana tugas-tugas akan diberikan kepada bawahan itu tidak jelas, misalnya kesulitan-kesulitan dalam menafsirkan wewenang.

2.5      Tahapan actuating

Tindakan actuating dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1.      Memberikan semangat, motivasi, inspirasi atau dorongan sehingga timbul kesadaran dan kemauan para petugas untuk bekerja dengan penuh semangat sesuai dengan harapan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Nuraida, 2008 dalam Dalimunte,2006). Tindakan ini juga disebut motivating (Muninjaya, 2004 dalam Dalimunte,2006). Motivasi merupakan proses dengan apa seseorang menejer merangsang bawahan untuk bekerja dalam rangka upaya mencapai sasaran organisatoris sebagai alat untuk memuaskan keinginan pribadi mereka sendiri. Contohnya adalah menaikkan sistem upah untuk memotivasi para karyawan. Makin besar hasil yang dikerjakan karyawan tersebut makin besar upah yang didapat (Pintauli, 2003).
2.      Memberikan kesempatan pengembangan diri melalui pemberian pendidikan dan pelatihan (Nuraida, 2008). Tindakan ini juga disebut koding yang meliputi beberapa tindakan, seperti: pengambilan keputusan, mengadakan komunikasi antara pimpinan dan staf, memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompok dan memperbaiki sikap, pengetahuan maupun keterampilan staf (Muninjaya, 2004).
3.      Pengarahan (directing atau commanding) yang dilakukan dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang benar, jelas dan tegas. Segala saran-saran atau instruksi kepada staf dalam pelaksanaan tugas harus diberikan dengan jelas agar terlaksana dengan baik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya, 2004).


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Actuating penting dalam manajemen dan berbeda dengan ketiga fungsi lainnya karena dalam actuating berisi tentang hal-hal yang menyangkut dengan proses dari sebuah manajemen, juga mengatur tentang hubungan kerja antar orang. Actuating adalah usaha menggerakkan seluruh orang yang terkait, untuk secara bersama-sama melaksanakan program kegiatan sesuai dengan bidang masing-masing dengan cara yang terbaik dan benar. Fungsi dan peranan actuating yakni pertama, melakukan pengarahan (commanding), bimbingan (directing) dan komunikasi (communication). Kedua, upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian. Pengaplikasian actuating dalam perusahaan adalah pengarahan dan pemotivasian seluruh personil pada setiap kegiatan perusahaan untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan nonmanusia pada pelaksanaan tugas.
3.2 Saran                                                                                                                                            Sebaiknya perusahaan dapat menjalankan fungsi actuating dengan baik supaya dapat tercapai visi dan misi dari perusahaan tersebut. Selain dengan fungsi perencanaan, organizing dan controlling.


Daftar Pustaka
Abdullah & Daryanto. 2013. Pengantar Ilmu Manajemen dan Komunikasi. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Hasibuan, Malayu S.P. (2001). Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Siswanto H.B. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sule, Ernie Trisnawati & Saefullah, Kurniawan. (2008). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Pradana Media Group.
http://bahanpustakaula.blogspot.co.id/2015/09/fungsi-penggerakan-actuating.html?m=1. Fungsi Penggerakan/Actuating. Diakses tanggal 1 Oktober 2016.
https://datakata.wordpress.com/2014/01/17/dasar-dasar-manajemen-fungsi-penggerakan-actuiting/ Dasar-Dasar Manajemen-Fungsi Penggerakan. Diakses tanggal 1 Oktober 2016.
http://diiyahbook.blogspot.co.id/2011/12/penggerakan-actuating.html. Penggerakan (Actuating). Diakses tanggal 1 Oktober 2016.

You May Also Like

1 comments

  1. Tampa Fungsi Pengawasan pelaksanaan apalah artinya sebuah organisasi atau perusahaan, tampa pelaksanaan semuanya akan sia-sia, untuk melengkapi menarik ini silahkan baca juga penjelasannya di Nurul Huda

    ReplyDelete